Wednesday 15 November 2017

APA DIA NYATA - PART 2



Hari ke sebelas. Aku tidak melihatnya lagi malam ini.

Peni menghelakan nafas berat dan menutup buku diarinya. Diregangkannya otot-otot tubuhnya yang kaku, ia sudah ada di meja belajarnya selama lima jam tanpa merubah posisi. Belajar dan mengecek kehadiran Kim, dan masih berharap laki-laki misterius itu akan melewati rumahnya kembali.


“Hhh, apa aku tidak bisa lagi melihatnya ya? Seperti teman-teman lainnya yang tidak mengenal Kim saat bersamaku?” 

“Lalu, apa sebenarnya yang ia lakukan pada waktu malam? Bukan itu, apa yang ia lakukan setiap hari?” 

“Hh, aku lelah.”

….

Sepulang sekolah, Peni mengunjungi rumah Kim yang kosong itu, kali ini ia menemukan secarik kertas kosong yang terlihat baru, karena tidak ada debu ataupun sarang laba-laba yang menempel disana.

Namun, sayang, kertas yang ia temukan hanya sebuah kertas, tanpa pesan dan kosong, tidak ada hal-hal aneh tertulis dikertas itu. Namun pertanyaannya, darimana asal kertas itu? Karena sejauh yang ia tahu, tidak ada penghuni di rumah itu dan tidak ada orang-orang yang memasuki rumah tua itu. Hanya dirinya, dan mungkin juga Kim.

‘Konon katanya, rumah besar itu berhantu.’

‘Tidak ada yang berani memasuki rumah itu, karena, rumah itu membawa sial bagi para pengunjungnya.’

‘Ada arwah yang tinggal didalam rumah itu, Nak’

Dan banyak lagi yang Peni dengar dari tetangga yang tinggal disekitar rumah Kim. Ia menanyai nama Kim namun tidak ada yang tahu. Sedikit demi sedikit, semanga Peni menurun untuk mencari keberadaan Kim.

“Mungkin selama ini aku hanya bermimpi.” Ujar Peni dan pulang dengan wajah muram.
Malamnya, Peni keluar dari rumahnya dengan alasan membeli peralatan sekolah. Ia kembali menelusuri tempat dimana ia pernah berlari mengejar Kim.

“Aku sangat kenal tempat ini, bahkan aku tidak tersesat.” Ujar Peni dan melangkahkan kakinya lebih jauh lagi.

Sambil menyantap roti yang baru saja ia beli, Peni berniat untuk pulang.

“Peni” Ujar seseorang dibelakang Peni.

Peni menghentikan langkah kakinya dan terdiam. Ia tidak menoleh kebelakang ataupun berlari menjauh, ia hanya diam dan menundukkan kepalanya.

“Apa tadi itu? Aku bahkan mendengar suara Kim. Cara diriku mengkhayal ini tidak beres, aku takut aku akan menjadi gila hanya karena ini”

“Oi, katakan sesuatu kalau kau benar-benar mendengarku, bodoh.”

“Eh, aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi air mataku keluar dengan sendirinya.”

Kim berjalan mendekati Peni. Dan sekarang, ia berada tepat didepan Peni.

“Peni.” Panggilnya sekali lagi.

“K-kim, apa itu benar-benar k-kau?” Tanya Peni dan mengusap air matanya.

“kenapa kau menangis? Apa kau sekarang takut padaku?” Tanya Kim dan Peni hanya diam.

“Oh, jadi kau sudah takut sekarang, ya apa boleh buat, aku memang tidak bisa dilihat dengan mudah. Maaf, aku menakutimu, kalau begitu..”

“Kim bodoh.”

Kali ini, Kim benar-benar terkejut mendengar suara peni yang bergetar itu.

“Aku rasa..” Peni menggantung kalimatnya.

“Aku merindukanmu.” Lanjutnya.

Kim menatap wajah Peni yang memerah karena menangis, sedangkan Peni melemparkan senyum padanya.

“Sudah lama aku tidak mendengar kalimat itu.” Ujar Kim dan ikut tersenyum. Sedangkan peni, menatap Kim dengan penuh tanda Tanya atas kalimat yang baru saja ia katakan.

“Aku merindukanmu, bahkan aku lupa kapan terakhir kali aku mendengar itu.” Lanjut Kim dan enggan melepaskan senyumnya.

“Jadi, apa yang sebenarnya ingin kau katakan padaku? Aku tahu kau selalu mencari keberadaanku.”

“kalau kau tahu, kenapa kau tidak muncul disaat aku mencarimu dengan susah payah?”

“Aku selalu ada dibelakangmu. Dan setiap hari aku setidaknya memanggilmu dua sampai tiga kali. Tapi, kau tidak dapat mendengar suaraku.”

“Eh?”

“Tapi, kau beruntung, kau tiba-tiba dapat mendengar suaraku. Jadi cepatlah, apa yang sebenarnya ingin kau katakan?”

“sebaiknya cepat sebelum kau tidak dapat melihatku lagi.”

Peni mendekatkan tangannya pelan tanpa menghiraukan perkataan Kim. Kim tidak merespon apapun. Dan akhirnya, tangan Peni menempel di pipi Kim.

“Kau..
.. Nyata …

Kim.”

4 comments: