Sejarah Singkat Perubahan
Konstitusi Indonesia
Indonesia merupakan negara yang
menganut sistem presidensil. Presidensil merupakan sistem yang membagi
kekuasaan pemerintah antara legeslatif dan eksekutif dengan payung yudikatif
terlepas dari kontrofersi yang ada. Sebagaimana Jhon Locke serta
disempurnakan oleh Montesque dalam teori TRIAS POLITICA yang telah
menjelaskan pemisahan kekuasaan yang lalu terjabarkan dalam beberapa
pengertian. Terdapat dua penafsiran yang berbeda antara pembagian dan pemisahan
dari kata separation yang dapat dimaknakan terpisah atau terbagi.
Negara dengan model Presidensil
biasanya menganut sistem pemisahan kekuasaan. Pemisahaan kekuasaan ini
dikarenakan bertentangan dengan sistem parlementer yang menganut pembagian
kekuasaan. Sistem Presidensil merupakan pemisahaan secara jelas dalam sistem
pemerintahaan dimana eksekutif tidak dapat membubarkan legeslatif dan eksekutif
dipilih oleh badan pemilih (parlemen). Presiden dalam sistem Presidensil
menjabat Kepala Negara serta Kepala Pemerintah[1], sedangkan parlemen
terdapat pembagian antara Kepala Pemerintahan (Perdana Menteri) dengan Kepala
Negara (Raja). Pemaparan diatas telah menjelaskan kedudukan Indonesia dalam
sistem pemerintahan terdapat pada sistem pemerintahan Presidensil dengan pola
pemisahaan kekuasaan.
Pada prinsipnya suatu negara pasti
menginginkan menjadi negara Welfare State[2] dalam teori Fries
Ermesson. Fries Ermesson mengharpkan sinergisitas instrument negara. Instrument
tersebut dapat terdiri dari main state’s organ dan auxilaris state’s
organ yang saling melengkapi.[3]
Sejak pertama kali Indonesia
mengikrarkan diri menjadi negara yang merdeka, telah tejadi pelanggaran
terhadap konstitusi yang telah terbentuk dan disetujui pada tanggal 18 Agustus
1945. “Sebagai contoh, Presiden dan Wakil Presiden yang seharusnya di pilih
oleh MPR (Majelis Permusyawaran Rakyat) menurut pasal 6 ayat (2) UUD 1945
ternyata dipilih oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menurut
Pasal III Aturan Peralihan”.[4] Pelanggaran tersebut
tidak bisa serta-merta di telaah secara mentah karena banyak alasan pembenar
dari pengangkatan Presiden berserta Wakilnya karena saat itu tekanan begitu
banyak dan harus disikapi secara cepat dan tepat. Penetapan yang dilakukan PPKI
terkait Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai orang nomor satu dan dua bangsa
Indonesia adalah benar dan tepat.
Perlu kita ketahui bahwa UUD
(Undang-undang Dasar) 1945 merupakan konstitusi bangsa. Penting diketahu
terjadi salah kaprah[5] Konstitusi
(Constitution atau Verfasung[6]) dibedakan dari UUD
atau Grundgesetz, hal ini di akibatkan pengaruh kodifikasi yang harus tertulis
sehingga pemaknaan setiap peraturan hukum karena pentingnya harus ditulis, dan
konstitusi yang ditulis itu adalah UUD.[7] Konstitusi dapat
juga bermakna lain dalam kajian bahasa Indonesia yaitu segala ketentuan dan
aturan mengenai ketatanegaraan.[8] Pada dasarnya
konstitusi tersebut bermuatkan sifat yuridis saja akan tetapi termuat sifat
sosiologis dan politis bukan hanya bermakna UUD yang tertulis.[9]
Perkembangan Rechtverfassung[10] di Indonesia ada
lima konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia sampai sekarang;
- UUD 1945; periode 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
- Konstitusi RIS; periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
- UUDS 1950; periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
- UUD 1945 yang berlaku lagi sejak Dekrit periode 5 Juli 1959
- UUD NRI Tahun 1945. Periode 1998 dan terus berubah dengan amandemen sebanyak 4 (empat) kali hingga saat ini.
Akan tetapi pada prinsipnya hanya ada 4
(empat) Rechtverfassung yang pernah dimiliki Indonesia hingga kini yaitu UUD
1945, RIS, UUDS 1950, UUD NRI 1945. Rechtverfassung yang dibuat oleh para tokoh
Indonesia sejak pertama hingga kini, sejarah panjang tersebut dapat diceritakan
dengan singkat dalam beberapa periode, antara lain :
- Periode Pertama (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)
Pada periode ini saat negara kita
menyatakan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 belum mempunyai
Rechtverfassung atau UUD. Baru sehari selepas tanggal 17 Agustus 1945 yaitu
pada tangal 18 Agustus 1945 barulah memiliki UUD yang telah disusun sejak
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau
dapat disebut juga Dokuritsu Junbi Cosakai yang dipimpin dr. Radjiman
Wediodiningrat. BPUPKI merupakan badan persiapan kemerdekaan yang tidak
terlepas dari intervensi Jepang dalam pendiriannya.
Sidang pertama BPUPKI (29 Mei – 1 Juni
1945) membahas berkenaan tentang philosofische grondslag, dasar falsafah
dari Indonesia merdeka, dan dalam rangka tersebut Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno
dan Dr. Soepomo membuat konsep.[11]
- Ir. Soekarno dengan konsep yang jelas menyatakan berjudul Pancasila dengan konsepsi sila-silanya :[12]
1)
Kebangsaan Indonesia
2)
Internasionalisme atau perikemanusiaan
3)
Mufakat atau demokrasi
4)
Kesejahteraan sosial
5)
Ketuhanan Yang Maha Esa
- Mr. Muh. Yamin dengan konsep dasar negara :
1) Peri
Kebangsaan
2) Peri
Kemanusiaan
3) Peri
Ketuhanan
4) Peri
Kerakyatan
5) Kesejahteraan
Rakyat
- Sedangkan konsepsi yang dibuat Dr. Soepomo adalah[13] :
1) Paham
Negara Kesatuan
2)
Perhubungan Negara dengan Agama
3) Sistem
Badan Permusyawaratan
4)
Sosialisasi Negara
5)
Hubungan antar Bangsa
Catatan :
Mr. Soepomo dalam
pidatonya selain memberikan rumusan tentang Pancasila, juga memberikan
pemikiran tentang paham integralistik Indonesia. Hal ini tertuang
di dalam salah satu pidatonya ……………………………..,bahwa jika kita hendak
mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan keistimewaan sifat dan corak
masyarakat Indonesia, maka negara kita harus berdasar atas aliran pikiran
(staatsidee) negara yang integralistik, negara yang bersatu
dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-golongannya dalam
lapangan apapun.[14]
|
Sejarah terus berlanjut hingga upaya
dari pemuda yang terus menekan untuk mempercepat kemerdekaan sehingga UUD yang
telah disahkan menjadi dasar negara sehari setelah kemerdekaan.
Diskusi panjang mengenai Preambule
(pembukaan UUD 1945) dimana perdebatan tersebut mengenai ideologi bangsa[15], khususnya pada sila
pertama pada Pancasila yang telah menjadi kesepakatan bersama yang dituangkan
dalam Piagam Jakarta. Akan tetapi terjadi pelanggaran konsensus pada Piagam
Jakarta dengan penghapusan 7 (tujuh) kata pada sila pertama yaitu “Menjalankan
Syariat Agama Islam Bagi Para Pemeluknya”. Pembatalan atau penghapusan
tersebut diplopori oleh masyarakat Indonesia Timur. Pada prinsipnya mereka
merasa di anak tirikan sehingga mengirim utusan untuk menemui Muh. Hatta
sehingga beliau menghapus 7 (tujuh) kata tanpa persetujuan bersama. Penghapusan
oleh Muh. Hatta dimaksudkan untuk menjaga keutuhan Bangsa dan Negara Indonesia
yang baru merdeka.
Terlepas dari carut marut ideologi
bangsa yang lalu, terdapat rasa tidak puas Soekarno atas konstitusi yang telah
ia buat. Ketidakpuasan tersebut dinyatakan Ir. Soekarno dalam pidatonya pada
rapat PPKI 18 Agustus 1945, yang menyatakan sebagai berikut :
“…tuan-tuan semuanya tentu mengerti
bahwa Undang-Undang Dasar yang kita buat sekarang ini adalah Undang-Undang
Dasar Sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan “ini adalah Undang-Undang
Dasar Kilat” , nanti kalau kita telah bernegara dalam suasana yang lebih
tentram, kita tentu akan mengumpulkan kembali MPR yang dapat membuat Undang-
Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna…”[16]
Ada pelanggaran konstitusi yang lain
pada masa ini yaitu pelanggaran pada pasal 3 ayat (2) UUD 1945 “salah satu
tugas MPR adalah menetapkan UUD, sehingga kongklusinya UUD pada masa ini bukan
ditetapkan oleh MPR melainkan PPKI sehingga tidak bisa lain sifatnya adalah
sementara.[17]
- Periode ke dua (27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)
Pada periode ini Indonesia mengalami
agresi militer Belanda yang mengharuskan mengubah bentuk negara yang bermodel
Presidensil menjadi model pemerintahan Parlementer. Selanjutnya akibat dari
berubahnya model pemerintahan Indonesia sehingga haruslah mengubah konstitusi
negara. Konstitusi negara Indonesia berubah menjadi parlementer yang menjadikan
Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara bukan Kepala Pemerintahan.
UUD 1945 lalu berubah menjadi UUD RIS (Undang-undang
Republik Indonesia Serikat). Pada Konfrensi Meja Bundar (KMB) dalam Konfrensi
tersebut dihasilkan persetujuan pokok yaitu :
- Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat
- Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat
- Didirikan Uni antara Republik Indonesia Serikat dan Kerajaan Belanda
Dan seluruhnya disetujui oleh pihak
Indonesia sebagai suatu persetujuan bersama yang mulai berlaku pada tanggal 27
Desember 1949. Wilayah Indonesia yang terbagi-bagi yang diatur dengan pasal UUD
RIS dengan 16 negara bagian berdasarkan perjanjian Renvile.
Pada masa ini presiden pertama
sekaligus kepala negara merupakan Soekarno sedangkan Moh. Hatta sebagai perdana
menteri yang memiliki kabinet yang berisi antara lain Sri Sultan HB IX,
Ir. Djuanda, Mr. Wilopo, Dr. Soepomo, dr. Leimina, Arnold Mononutu, Ir Herling
Loah dan perwakilan BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg).
Kabinet RIS merasa tidak puas dengan
persetujuan atas KMB (Konfrensi Meja Bundar) karena tidak sesuai dengan
cita-cita bangsa yaitu kesatuan bangsa Indonesia dalam naungan Negara Kesatuan.
Berangkat dari ketidakpuasan tersebut the founding fathers mencoba
mengembalikannya kepada cita-cita utama, hal ini terlihat dalam perjuangan
kabinet Abdul Halim dari Negara Bagian RI pejuang anti KMB dan RIS dari
Yogyakarta. Semangat Abdul Halim ini terbukti, dalam kurun waktu 1 tahun telah
membuat beberapa perjanjian dengan negara serikat lainya untuk bersatu dengan
Negara Republik Indonesia (Yogyakarta) dan seluruh negara bagian menggabungkan
diri menjadi negara kesatuan. Setelah terbentuknya negara kesatuan tersebut
maka mulailah melakukan perubahan (penggantian) terhadap konstitusi RIS.
- Periode ke tiga (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)
Akibat UUD RIS merupakan paksaan dari
Belanda dan bersifat sementara maka Soekarno dan para Tokoh Bangsa berkumpul
kembali untuk merumuskan kembali secara baik UUD yang terbaik. Proses peralihan
ini mengharuskan mengganti terlebih dahulu UUD RIS dengan UUDS 1950 yang
bersifat sementara dan mengatur tentang pembubaran RIS menjadi RI. Pembubaran
tersebut diproklamirkan oleh Soekarno dihadapan parlemen (DPRS). Pembubaran
yang dilakukan oleh Soekarno memiliki alasan yang tidak bisa dibantah oleh
Belanda dimana berdasarkan UUD RIS pasal 43 yang menyebutkan :
“Dalam penyelesaian susunan federasi
RIS maka berlakulah asas pedoman, bahwa kehendak rakyatlah di daerah-daerah
bersangkutan yang dinyatakan dengan merdeka menurut jalan demokrasi, memutuskan
status yang kesudahnnya akan diduduki oleh daerah-daerah tersebut dalam federasi.”[20]
Selanjutnya naskah UUD baru ini
diberlakukan secara resmi mulai 17 agustus 1950, yaitu dengan ditetapkannya UU
no 7 tahun 1950.[21]
Berbeda dengan UUD RIS , yang tidak
sempat mewujudkan Konstituante, maka di bawah UUDS 1950 sebagai realisasi dari
pasal 134, telah dilaksanakan pemilu pada bulan Desember 1955 untuk
memilih anggota konstituante.[22] Pemilihan umum ini
dilaksanakan pada tanggal 10 November 1956 di Bandung dan diresmikanlah
konstituante dengan legalisasi pemilu berdasarkan UU no 7 tahun 1953.[23]
Masa konstituante inilah yang mengulang
sejarah perdebatan alot pada landasan idiil negara yaitu Pancasila,
dalam kurun waktu kurang lebih 2,5 tahun konstituante tidak dapat merumuskan
UUD yang sempurna sehigga pada tanggal 22 April 1959 Sokarno memberikan
amanatnya pada rapat pleno konstituante berisi anjuran penetapan UUD 1945 yang
lalu karena perdebatan antara beberapa kubu yang kuat dan tidak memberikan
hasil.[24] Amanat tersebut
dituangkan dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang diumumkan kepada halayak umum
dan kembalinya UUD 1945 sebagai Konstitusi Indonesia.
- Periode ke empat (5 Juli 1959 – hingga kini)
Setelah runtuhnya rezim Orde lama maka
bangkitlah Soeharto sebagai pahlawan yang menggantikan Soekarno. Soeharto
setelah melakukan penumpasan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia
(G30SPKI) menjadikan UUD 1945 sebagai kitab suci yang selalu harus ditaati.
Penjelasan pada makna pasal-pasal pada UUD 1945 memiliki dua pendapat :
- UUD 1945 hanya terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh saja. Penjelasan bukanlah bagian resmi dari UUD 1945.
- UUD 1945 terdiri dari Batang Tubuh, Pembukaaan, dan Penjelasan. Jadi Penjelasan UUD tersebut merupakan bagian resmi dari UUD 1945.[25]
Dengan pendapat kedua yang menyatakan
bahwa penjelasan UUD 1945 merupakan bagian dari Konstitusi sehingga dengan
begitu Soeharto menggunakan penjelasan UUD sebagai alat untuk mengkontrol pola
pikir bangsa sehingga menjadi kendaraan kekuasaan rezim ORBA. Singkat cerita
runtuhnya masa ORBA membuat rakyat Indonesia tidak mengsakralkan kembali UUD
1945 sebagai kitab suci yang lalu terjadi amandemen sebanyak 4 kali setelah
runtuhnya rezim soekarno (1998) yaitu :
- I. Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999 → Perubahan Pertama UUD 1945 (9 penambahan / perubahan pasal)
- II. Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000 → Perubahan Kedua UUD 1945 (25 penambahan / perubahan pasal)
- III. Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945 (23 penambahan / perubahan pasal)
- IV. Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002 → Perubahan Keempat UUD 1945 (18 penambahan / perubahan pasal).[26]
Sehingga dapat dikatakan bahwa
amandemen UUD 1945 telah mengubah 75% ketentuan pokok yang dulu telah
dirumuskan bersama masa ORLA dan ORBA.
No comments:
Post a Comment